Pendidikan Teknik Kejuruan pada Masa Orde Baru dan Reformasi di Indonesia
Era Orde Baru
Sejarah Singkat
Masa Orde Baru di mulai tahun 1967 sampai tahun 1998. Pada masa awal orde baru yaitu tahun 1967 sampai awal tahun 1970-an, pendidikan teknik dan kejuruan ditingkat pusat berada dibawah naungan (Ditjen Dikdas) yang dibina oleh 2 direktorat yaitu Direktorat Pendidikan Teknologi yang membina Pendidikan teknologi dan Pertanian dan Direktorat Pendidikan Umum, kejuruan dan kursus yang membina pendidikan menengah umum, pendidikan kejuruan non-tekonologi dan kursus. Pada tingkat wilayah, pembinaan tersebut berada ditangan Ispeksi Provinsi yang berada dibawah naungan Kantor Daerah Direktorat jendral Pendidikan Dasar.
Tujuan
Pada masa orde baru perkembangan pendidikan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber-pancasila, dan pembinaan sistem pendidikan nasional di Indonesia disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan sehingga menghasilkan calon tenaga kerja yang diperlukan untuk pembangunan.
1. Perkembangan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Pada Era Pelita I
Pendidikan Teknik dan Kejuruan pada Pelita I (1970-1975), Tahun pertama Pelita I dimulai dengan pembangunan delapan STM Pembangunan, dengan dukungan sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia sendiri. Pemerintah telah melaksanakan investasi yang besar pada pendidikan teknik dengan dana lokal dan bantuan luar negeri. Sasaran nasional adalah untuk menghasilkan lebih kurang 22.500 juru teknik (potential tradesmen) tiap tahun pada akhir Pelita II. Proyek pendidikan pertama dengan dana pinjaman dari Bank Pembangunan Asia (ADB) bertujuan untuk meningkatkan jumlah lulusan perguruan tinggi teknik hingga menghasilkan sekitar 1.000 insinyur setiap tahun. Dengan demikian, kebutuhan akan teknisi, tenaga kerja terampil dan profesional untuk menunjang program pembangunan sangatlah jelas.
2. Perkembangan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Pada Era Pelita II
Perubahan mendasar pada kebijakan pendidikan pada Pelita II (1976-1981) dengan dirumuskan Kurikulum 1976/1977 yang memiliki ciri jumlah jam praktik yang ditingkatkan dari 10% menjadi 30-50%. Kurikulum 1976 ditetapkan sebagai pengganti Kurikulum 1964 dengan tujuan pendidikan kejuruan diarahkan untuk penyiapan peserta didik memasuki lapangan kerja saja (terminal) dan lulusan sekolah kejuruan tidak dikaitkan secara jelas dengan kompetensi atau tingkatan keahlian yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Jenis dan bidang atau program keahlian pada pendidikan menengah kejuruan mulai berkembang meliputi kelompok teknologi industri, teknologi pertanian, ekonomi dan perdagangan, teknologi kerumah tanggaan dan kejuruan kemasyarakatan. Kebijakan mendasar terjadi pada tahun 1977, dimana sebagian Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Kejuruan dialih fungsikan menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP).
3. Perkembangan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Pada Era Pelita III
Kebijakan dasar pembangunan pendidikan pada Pelita III (1982-1987) mencakup peningkatan relevansi sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan di segala bidang yang memerlukan berbagai jenis keahlian serta efisiensi kerja. Kebijakan pendidikan kejuruan dilanjutkan dan ditingkatkan melalui usaha-usaha pembinaan secara fungsional dan terintergrasi. Pengembangan pendidikan kejuruan pada Pelita III didasarkan pada latar belakang dan prinsip-prinsip yang sama pada Pelita I dan II, serta menekankan konsolidasi dan aktualisasi peningkatan mutu, relevansi pendidikan kejuruan dan perluasan kesempatan pendidikan kejuruan melalui pembangunan SMK baru. Pendidikan kejuruan merupakan bagian integral dari proses pembangunan ekonomi bangsa secara berkelanjutan dengan orientasi dunia usaha dan industri yang langsung melakukan aktivitas ekonomi, seperti industri produksi dan berbagai industri jasa. Sistem pendidikan kejuruan harus mampu menghasilkan tenaga kerja untuk kepentingan dunia usaha dan industri. Sistem pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang yang memerlukan jenis-jenis keahlian dan keterampilan. Akses pendidikan dan peningkatan mutu diperluas dan dipercepat untuk memenuhi kebutuhan SDM yang trampil, kreatif, inovatif.
4. Perkembangan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Pada Era Pelita IV
Kebijakan mendasar pada Pelita IV adalah adanya kampanye pendidikan kejuruan untuk menarik minat masyarakat terhadap pendidikan kejuruan. Perubahan pendidikan kejuruan yang menonjol adalah adanya penyempurnaan Kurikulum 1976 menjadi Kurikulum SMK 1984 yang berkarakter:
- Tidak bersifat terminal, memberi peluang lulusannya untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi (PT).
- Teori dan praktik kejuruan terintegrasi.
- Menekankan pada proses pendidikan.
- Ada program inti 60% dan program pilihan (40%). Program inti bersifat common ground harus diikuti oleh semua peserta didik, sedangkan program pilihan untuk peningkatan profesionalisme disesuaikan dengan bakat, minat, dan kebutuhan lingkungan.
- Porsi jam matematika masih juga kecil belum memenuhi kebutuhan minimal untuk pengembangan ilmu di perguruan tinggi.
Pada Pelita IV pendidikan kejuruan telah mengupayakan peningkatan daya tampung/akses, peningkatan mutu dan relevansi. Kelemahannya ada pada konsolidasi akibat penambahan jumlah peserta didik sehingga kemampuan sekolah tidak sebanding dengan respon masyarakat yang mengikuti pendidikan di SMK. Belum ada pengembangan kerjasama antara SMK dengan industri. Penyelenggaraan pendidikan kejuruan sepenuhnya dilaksanakan di sekolah sehingga wawasan lulusan terhadap industri tidak ada sama sekali. Model ini disebut supply driven dan school-based approach. Pengembangan kerjasama antara dunia pendidikan kejuruan dengan dunia usaha dunia industri (DU-DI) dan penyesuaian jumlah, jenis, dan mutu lulusan SMK dengan kebutuhan industri. Pengembangan sekolah seutuhnya dilakukan dengan pembenahan Kurikulum SMK yang mengarah pada tiga komponen yaitu: (1) Pembentukan watak Indonesia secara normatif. (2) komponen keterampilan dasar; dan (3) komponen keterampilan produktif yang mengikuti kebutuhan pasar kerja dan dikelola secara pragmatik. Agar dapat mengikuti tuntutan pasar kerja sekolah SMK perlu memperhatikan penyelenggaraan pendidikan bersama institusi pasangan dan pendirian unit produksi di sekolah.
5. Perkembangan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Pada Era Pelita V
Pada akhir Pelita V, kebijakan pendidikan kejuruan pada Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 menetapkan kualitas pendidikan perlu disesuaikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan perkembangan pembangunan. Kerjasama antara dunia pendidikan dengan dunia usaha dalam rangka pendidikan dan pelatihan terus ditingkatkan untuk pemenuhan tenaga kerja yang cakap dan terampil. Konsep Link and Match dikenalkan pada tahun 1993/1994, sebagai wawasan pengembangan sumberdaya manusia, masa depan, mutu dan keunggulan, profesionalisme, nilai tambah, serta efisiensi. Keberhasilan 35 pendidikan di SMK diukur dengan rate of return dan tidak cukup diukur dengan social return.
Tantangan Pendidikan Teknik Kejuruan di Era Orde Baru
Dalam pelaksanaan Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Sekolah-sekolah pada setiap masa tentu tidak berjalan sesuai yang diharapkan begitupun pada masa Orde Baru. Terdapat beberapa tantangan dan hambatan yang terjadi diantaranya :
- Teknologi yang masih dalam tahap perkembangan dan belum bisa mencukupi dalam mengembangkan pengetahuan peserta didik.
- Jumlah sarana prasarana yang belum mencukupi
- Belum maksimalnya kerjasama antara pihak sekolah dengan industri.
- Kurang tenaga kerja yang berkompeten.
Era Reformasi
Sejarah Singkat Pendidikan Teknik Kejuruan di Era Reformasi
Pada lanjutan atas pendidikan dibagi menjadi 2 yaitu SMU dan SMK (bila mengacu pada UU No. 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional). Sebelumnya, nama-nama satuan penyelenggara pendidikan menengah kejuruan mengacu kepada bidang keahlian yang dibinanya, misalnya STM, SMEA, SMKK, SKKA. Depdiknas 2005-2009 dinyatakan bahwa rasio pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan menengah umum ditargetkan sebesar 50:50 pada tahun 2010 dan 70:30 pada tahun 2015. Kebijakan ini diharapkan dapat memecahkan salah satu permasalahan pengangguran. Peningkatan pendidikan kejuruan bertujuan menyiapkan tenaga terampil untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan tuntutan dunia industri. Kebijakan ini dilandasi dengan semakin meningkatnya angka pengangguran serta semakin terbukanya sektor-sektor formal dan informal yang membutuhkan tenaga kerja menengah yang berkualitas.Karena berhadapan langsung dengan dunia kerja. Proporsi jumlah SMK yakni 70%, sedangkan proporsi jumlah SMA yaitu 30% di negeri ini sepertinya cocok jika dikaitkan kemampuan melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi.
Tujuan
Tujuan dari penyelenggaraan sistem Pendidikan Kejuruan pada era ini antara lain:
- Menyiapkan siswa menguasai IPTEK
- Menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja produktif
- Menyiapkan siswa menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang mampu meningkatkan kualitas hidup
Kekurangan
- Pada era reformasi, kita mengenal sistem pendidikan dengan KTSP 2006. Sistem ini memiliki kekurangan yaitu :
- Interaksi antar siswa kurang karena pusat pembelajaran ada pada guru
- Siswa cenderung pasif
- Kurangnya persediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.
Kelebihan
- Meskipun memiliki beberapa kekurangan, sistem KTSP juga memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain:
- Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan
- KTSP memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang aspektabel bagi kebutuhan siswa.
- KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
Tantangan
Untuk bisa berkembang lebih baik kedepannya, sistem pendidikan kejuruan tentu memiliki beberapa tantangan yang perlu dihadapi. Siswa SMK di Indonesia dituntut mampu mengelola dan mengembangkan berbagai SDM yang ada, SDM yang dapat diperbaharui meliputi ketrampilan, keahlian, dan kemauan yang kuat. Selain itu, pemerintah dan industry memiliki system “link & match” dan juga Competense Based Training Pengembangan kurikulum pun harus menyesuaikan kebutuhan era globalisasi agar dapat terus bersaing di dunia kerja maupun dunia usaha. Dan yang terakhir yaitu mencetak pola pikir siswa SMK bahwa untuk bekerja tidak selalu di dalam industry, melainkan bisa di dunia usaha semisal menjadi entrepreneur
0 Response to "Pendidikan Teknik Kejuruan pada Masa Orde Baru dan Reformasi di Indonesia"
Post a Comment